Skip to main content

Soeharto dalam Perspektif

Nama Soeharto mungkin tak akan bisa dilepaskan dari negeri ini. Bersama Soekarno, mereka adalah dua orang besar dengan sekelumit kisah yang tak akan terlupakan oleh bangsa. Wafatnya Soeharto 27 Januari 2008 lalu menjadi menjadi sebuah catatan sejarah bagi bangsa ini. Tentu saja ada sisi baik dan sisi lain Soeharto. Akan tetapi, bagaimana pun, ia adalah sebuah fenomena tersendiri. Dan sebagai sebuah fenomena, Soeharto adalah magnet yang sangat menarik diperbincangkan, diulas, dibahas, didiskusikan.


Pamornya sempat meredup beberapa saat setelah ia lengser keprabon pada 21 Mei 1998. Namun tak lama kemudian ia kembali menjadi perbincangan. Menjelang hari wafatnya, wacana pemaafan atau tetap menjadikannya sebagai pecundang terus menghangat. Puncaknya saat Sang Jenderal Besar wafat, ratusan juta pasang mata menyaksikannya lewat layar kaca. Tidak satu pun televisi swasta nasional yang tidak menyiarkan hari bersejarah itu.
Pemerintah bahkan menetapkan tujuh hari sebagai hari berkabung nasional. Soeharto memang fenomenal. Ia bagaikan buku yang tak habis dikupas. Dia bagai lautan yang tak tuntas diselami dalam sekejap. Di sana banyak sisi baik. Namun sisi buruknya juga tak sedikit. Sebanyak apa kawan dan kroninya, sebanyak itu pula yang memusuhi dan menganggapnya tidak baik. Itulah yang menjadikannya fenomenal.

Tak lama setelah wafatnya The Smiling General, belasan buku memenuhi pasar. Buku itu tentu menggambarkan kuatnya keingintahuan publik terhadap sosok Soeharto. Buku-buku mengenai Soeharto bahkan sudah menjamur di saat sakit dan kritisnya beberapa kali mantan penguasa Orde Baru selama 32 tahun ini.
Perspektif masyarakat mengenai Soeharto memang sangat beragam. Hal itu juga juga tergambar dari buku-buku yang hadir menyertai kepergiannya. Dalam konteks ini, misalnya, dari belasan buku yang beredar, ada enam judul buku yang mengulas Soeharto dari berbagai perspektif.***

Comments

Paling Banyak Dibaca