Skip to main content

Ada Apa Dengan MOS

Beberapa tahun lalu, setiap pelaksanaan MOS selalu diiringi sesuatu yang heboh dan atribut yang unik. Nah, sekarang pernak-pernik tersebut sudah mulai dilarang beberapa sekolah, karena bertentangan dengan prinsip MOS nomor empat yang berbunyi, “Pembiayaan MOS diupayakan seminimal mungkin dan biaya pelaksanaan MOS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS)”.

Itu artinya, sekolah tidak diperbolehkan memungut biaya selama pelaksanaan MOS, dan tidak memperbolehkan memungut biaya yang membebankan siswa. Termasuklah, untuk membeli atribut-atribut yang aneh plus banyak mengeluarkan biaya.

Contoh kasusnya, di salah satu SMK di Pekanbaru (yang enggan disebutkan namanya), sempat terjadi percekcokan karena senior terlalu memaksa junior untuk membeli hadiah buat senior. Seperti coklat, roti dan pernak-pernik lainnya. Namun, bersyukurlah sang pembina menghentikan aksi tersebut. Akhirnya MOS tersebut berjalan dengan lancar lagi.

Nah, karena itu juga makanya tahun ini MOS kedengarannya kurang heboh, nggak seunik dulu-dulu. Banyak yang sebel dan kecewa berat. Ini terutama para senior yang kehilangan kesempatan untuk menjadi raja sehari atas junior-juniornya.

“Atau senior yang jadi nggak bisa ngejahilin junior yang cakep atau ditaksirnya,” ujar Kusuma, salah satu responden Deteksi Xpresi.
Eit..jangan heran. Udah jadi rahasia umum kalo masa MOS adalah masa paling oke buat nembak junior-junior nan manis dan indah dipandang. “Maksudnya, sebelum keduluan temen lain,” kata Kusuma lagi sambil tertawa ngakak.

Yang Bermanfaat Dong!
Yang seneng tentulah para siswa baru. Mereka girang karena nggak jadi bulan-bulanan seniornya. “Aku udah dari dulu nggak suka dengan MOS. Masa kita disuruh merangkak dengan dikalungi petai atau jengkol. Nggak keren banget!” ketus Sandra, seorang siswa baru sebuah SMA negeri di Pekanbaru.

Sandra yang berambut panjang ikal ini berkata, sebaiknya MOS diisi dengan kegiatan yang lebih bermanfaat dan berguna. Misalnya dengan mengunjungi panti asuhan, panti sosial, atau donor darah.

“Kan jadi bisa menolong sesama, bukannya menganiaya sesama. Bagi aku, MOS yang diisi dengan acara serem-serem-an, konyol-konyolan, itu sih jadul banget,” ujar Sandra lagi.

Andi Torino, mantan siswa SLTPN 16 Pekanbaru yang sekarang udah berstatus siswa kelas 1 Akuntasi di SMKN 1 Pekanbaru angkat bicara. Cowok manis yang juga menjadi vokalis di sebuah band pelajar ini menuturkan, nggak masalah baginya jika MOS pakai atribut berlebihan atau nggak.
Andi sendiri mengaku menjalani MOS yang dilaksanakan pekan lalu itu dengan enjoy. “Tapi kalo aku sih, emang sebaiknya senior yang tebar pesona di depan junior dikurangi deh. Kalo bisa juniorlah yang harus lebih aktif, biar ada regenerasi calon pemimpin,” kata Andi.

Ramah
Lingkungan
Bagaimana komentar para siswa senior? Berry Wangsa, siswa kelas 1 Teknik Informatika SMKN 1 berkata, “Nggak seru banget MOS tahun ini. Terlalu tertekan. Harusnya OSIS diberi kebebasan untuk menjalankan tugasnya,” sesalnya.
Dia sebenarnya berharap, setidaknya tradisi kalung petai itu tetap diadakan, jangan sampai punah.
MOS yang unik dilakukan di SMAN 3 Pekanbaru. Di sekolah iotu, MOS dilakukan dengan program ramah lingkungan, dengan melakukan reboisasi dan bersih-bersih lingkungan.

“Kalo gini kan MOS jadi bermanfaat, nggak cuma gokil-gokilan kayak dulu,” kata Uthi, salah satu siswi yang
mengikuti MOS di SMAN 3.

Namun Desfitriani, guru Akuntansi di SMKN 1 kembali meluruskan, kalau MOS itu sebenarnya dilaksanakan untuk pengenalan mengenai lingkungan sekolah.

“Jadi kalau atribut kalung jengkol, gelang petai adalah hanya pelengkapnya saja, biar suasana lebih santai dan fresh. Yang bikin MOS itu meriah adalah kerjasama antar guru, OSIS dan warga sekolah. Kalau semuanya kompak, otomatis siswa baru bakal belajar lebih kompak lagi, dan menciptakan suasana heboh dalam kegiatan MOS ini,” papar Desfitriani menjelaskan. (Shahid CCMD-Mela CCMD)

Comments

Paling Banyak Dibaca